Promotor Duel Maut Gladiator Bogor
Jakarta - Kasus tewasnya seorang siswa dalam pertarungan ala gladiator di Taman Palupuh, Kota Bogor, Jawa Barat mendapatkan titik terang. Sejumlah orang dicokok polisi karena diduga terlibat dalam peristiwa yang terjadi sekitar satu setengah tahun lalu itu.
Polisi pun menetapkan lima tersangka dalam kasus tewasnya siswa kelas X SMU Budi Mulia Kota Bogor, Hilarius Christian Event Raharjo. Dua di antaranya masih dalam pencarian.
"Tiga di antara lima tersangka sudah diamankan, dua lainnya belum diketahui keberadaannya," kata Direskrumum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (21/9/2017).
Kelima orang tersebut punya peran masing-masing dalam peristiwa yang menewaskan Hilerius. "Ada yang berperan sebagai promotor ada yang duel langsung dengan korban, ada juga sebagai wasit," kata Umar.
Pihak 'promotor' dalam duel maut antara SMU Budi Mulia dan Mardi Yuana itu adalah para senior yang dikeluarkan dari sekolah masing-masing.
"Mereka alumni yang bukan tamat sekolah di sana, tapi dikeluarkan karena bengal," ujar Umar.
Selain itu, satu di antara lima tersangka juga ada yang berstatus sebagai korban. "Satu tersangka berinisial AB terindikasi juga sebagai korban," jelas Umar.
Menurut dia, AB adalah tersangka yang berduel layaknya gladiator dengan Hilerius. "Dia ditekan oleh alumninya, dipaksa berduel dengan korban," beber Umar.
Baik Hilerius dan AB tidak bisa menolak kehendak para alumninya itu. "Kalau mereka menolak, mereka dipukuli beramai-ramai," kata Umar.
Selain itu, dia menegaskan bahwa kasus tewasnya Hilarius tidak pernah dihentikan kepolisian. "Kasus Hilarius tidak pernah di- SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," kata Umar.
Mantan Kapolresta Bekasi ini menjelaskan, kasus tersebut terjadi pada Januari 2016. Polisi baru mengetahui satu bulan kemudian setelah tewasnya Hilarius menjadi buah bibir masyarakat karena mengaitkan peristiwa itu dengan gladiator seperti di film-film.
"Polisi lalu menyelidiki ke lapangan dan mengindentifikasi. Akhirnya semua teridentifikasi siapa korbannya dan bertemu dengan orangtua korban," beber Umar.
Saat itu, orangtua korban menolak untuk membuat laporan. Akhirnya, polisi membuat laporan Tipe A, artinya tindak pidana tersebut ditemukan oleh pihak kepolisian.
Namun, karena jasad korban sudah dikuburkan, penyidik tidak bisa melanjutkan penyelidikan. "Orangtua korban menolak untuk dibongkar makam anaknya, karena kasihan sudah dikuburkan, tidak tega," jelas Umar.
Selain itu, antara keluarga korban dan pelaku sudah berdamai. "Para pelaku juga sudah dikeluarkan dari sekolah tersebut," tutur dia.
Setelah setahun berlalu, kasus tersebut kembali ramai diperbincangkan setelah orangtua korban menulis status di sosial media tentang nasib kematian anaknya. Tulisan tersebut sontak menjadi viral karena orangtua korban menautkannya dengan akun Presiden Joko Widodo.
"Tanggal 14 September ramai lagi, tanggal 15 kami buka lagi berkasnya dan kemarin sudah menangkap tiga tersangka di tempat berbeda," ujar Umar.
Dapatkan Promo Deposit awal Khusus Sbobet Sebesar :
-Depo Rp.100.000 Dapatnya Rp.125.000
-Depo Rp.500.000 Dapatnya Rp.650.000
-Depo Rp.1.000.000 Dapatnya Rp.1.500.000
Komentar
Posting Komentar